Jumat, 25 April 2008

Mungkin Ramos Horta Salah Sebut Nama Desi Anwar Mestinya Desi Fitriani

Apakah Ramos Horta salah menyebut nama? Kenapa Desi Anwar yang Host Economic Challenge bisa ikut dalam drama berdarah yang menewaskan Mayor Alfreido?. Kalau kita lihat di dalam setiap liputan konflit ada seorang reporter Metro TV yang selalu akan muncul dalam setiap peliputan perang baik ketika darurat militer di Aceh dan terakhir kita melihat reporter wanita Metro TV ini mewawancarai militer Timor Leste pasca percobaan pembunuhan terhadap Ramos Horta.

Dialah Desi Fitriani, wajahnya kerap kali muncul di Metro TV terutama ketika ada liputan konflit berdarah di Tanah Air. Barangkali spesialisasi Desi Fitriani ini memang di ranah konflit. Inilah yang saya takutkan sebagai salah sebut nama oleh Presiden Timor Leste Ramos Horta. Ia mengira bahwa Desi Anwar itu adalah Desi Fitriani yang dia lihat mewawancarai Mayor Alfreido dan beberapa militer Timor Leste.

Pasca kepulangan Ramos Horta dari Darwin, ia langsung membuat statemen bahwa ada pihak-pihak dari Indonesia yang membantu Mayor Elfreido terutama mengenai biaya perjalanan dan transfer uang ke rekening Mayor Alfreido yang memungkinkan dia dan kelompoknya melancarkan serangan ke istana ke Presidenan Timor Leste.

Seturut kemudian, Presiden SBY langsung mengadakan jumpa pers membantah dan menyayangkan pendapat Ramos Horta yang disebut terlalu dini dan akan memicu ketegangan antar kedua Negara yang sudah terjalin dengan baik selama ini.

Dan dalam wawancara yang lain dengan reporter malah Ramos Horta menyebut bahwa wartawan Metro TV Desi Anwar ikut membantu Mayor Alfreido. Inilah yang kemudian menggemparkan dan melahirkan ketegangan baru, Desi Anwar yang adalah wartawan senior Metro TV membantah pendapat itu, bahwa dia tidak mengenal Mayor Alfreido dan tidak pernah meliput secara langsung tentang tindak tanduk Mayor Alfreido.

Nota Protes dilayangkan Metro TV ke pemerintah Timor Leste, Desi Anwar melapor ke dewan pers, Media Indonesia menerbitkan Editorial tentang peristiwan ini bahkan masuk dalam Headline News beberapa kali di Metro TV, dan ada sekitar 80 tanggapan dari pemirsa Metro yang semuanya hampir dengan nada yang sama mendukung Desi Anwar dan menyalahkan Ramos Horta.

Ramos Horta, seorang diplomat ulung, dia berhasil membangun dukungan dan opini internasional menyangkut masalah Timor – Timor yang dikuasai Indonesia lebih dari 23 tahun dan akhirnya meraih kemerdekaan pada tahun 1999 melalui jajak pendapat berdarah.

Ramos Horta juga mendapat Hadiah Nobel perdamaian bersama dengan Uskup Ximenes Belo sebelum Timor Leste merdeka. Inilah sekelumit dari prestasi Ramos Horta yang berhasil mempecundangi pejabat Deplu Indonesia seorang diri dan berhasil memerdekakan Tim Tim.

Lalu apakah, pendapat Ramos Horta itu mempunyai bukti yang kuat terhadap peryataanya yang menggegerkan public Indonesia bahwa pemerintah Indonesia dan Reporter Metro TV ikut terlibat dalam drama berdarah itu?

Kalau dilihat dari paparan Ramos Horta itu, kemungkinan yang dimaksud Ramos Horta dengan Desi Anwar bukanlah Desi Anwar yang sebenarnya tetapi Desi Fitriani yang memang meliput pasca percobaan pembunuhan Ramos Horta itu.

Kecurigaan Ramos Horta terhadap Metro TV bisa muncul dari kegiatan Metro TV yang pernah menayangkan wawancara dalam Acara Kick Andy, beberapa bulan sebelum kejadian penyerangan itu. Waktu itu Andy F Noya mewancarai Mayor Alfreido dan kegiatanya setelah ia membrontak. Tidak berselang beberapa bulan Mayor Alfreido dengan pasukannya menyerang istana Ramos Horta dan Mayor Alfreido meninggal dalam serangan itu.

Jadi kecurigaan Ramos Horta mungkin salah alamat, bukan pada Desi Anwar tetapi Desi Fitriani. Kita tunggu saja kelanjutan berita ini, tetapi secara langsung Ramos Horta sudah membuka perselisihan baru dengan Indonesia, tetapi sekali lagi, seorang Ramos Horta tentu punya alasan mengapa menyebut keterlibatan Metro TV.

Patut disayangkan kalau karena peliputan Metro TV Ramos Horta membuat statemen yang didengar oleh public Internasional, dan menghubungkan bahwa pemerintah Indonesia mempunyai “sumbangan” dalam peristiwa penembakan Ramos Horta di Istananya Februari lalu.

Jumat, 18 April 2008

Demokrasi Indonesia, Demokrasi Paling Sehat Di Dunia

Indonesia ibarat lapangan luas yang masyarakatnya terus bertanding memperebutkan pemimpin klasemen. Dengan 33 Propinsi 349 Kabupaten dan 91 Kota Madya, dan mungkin masih akan terus bertambah maka setiap tahun rata-rata aka nada 77 pemilu di Indonesia ditambah satu pemilihan DPR dan Presiden.

Awalnya saya merasa prihatin dengan perkembangan Demokrasi ini, kebablasan menurut saya, yang kebetulan saya masih turut serta dalam rombongan mahasiswa pada tahun 1998/1999 melakukan demonstrasi sekalipun hanya ikut dari belakang tetapi terpatri spirit bahwa Indonesia harus menerapkan sistem Demokrasi kalau ingin berkembang dan menjadi Negara yang maju.

Setelah tamat dari kuliah, bekerja dan berada di jantung Negara ini. Saya secara tidak sengaja semakin hari semakin berminat dengan pemilihan langsung yang tidak pernah lepas wajah media kita. Dimulai dengan Pemilihan Lansung pertama tahun 2004, Legislatif 1 kali dan 2 kali Pemilu Presiden (maksud saya dua putaran). Dan kemudian disusul dengan Pemilihan Kepala Dearah pertama pada 1 Juni 2005 di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Pada awalnya banyak masalah setiap kali pemilu, ada kerusuhan karena salah satu calon tidak menerima kekalahan, tetapi saya melihat bahwa semakin sering pemilu diadakan Demokrasi kita semain mengarah ke kematangan politik setiap anak bangsa dan elit. Kita melihat pemilu Banten, Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Gorontalo semakin hari semakin memperlihatkan kemajuan yang cukup signifikan.

Kita melihat ada koalisi antar partai, menjegal calon terntentu disatu daerah tetapi di daerah lain berkoalisi mendukung satu calon tertentu, ada yang berani berdiri sendiri, ada yang mencalonkan diri melanggar ketetapan partai dan menang. Partai pun kadang-kadang gigit jari karena ketika pemilu legislatif 2004 yang lalu menang disana tetapi ketika mencalonkan kepala daerah justru kalah. Maka ada pendapat yang mengatakan kemenangan seorang kepala daerah tidak lagi semata ditentukan oleh Partai tetapi pigur individu sicalon. Partai hanyalah pemenuh syarat administrasi saja. Tetapi pandangan itu saya kira tidak bisa dibenarkan. Partai tetap memerankan peranan penting.

Masyarakat kita semakin dewasa dan bebas menentukan siapa yang menurutnya layak jadi pemimpinnya tanpa terkungkung oleh kehendak partai. Partai boleh sama tapi calon boleh beda. Masyarakat kita semakin kritis dalam memilih pemimpin. Tidak hanya itu, KPU Nasional dan Daerah setiap kali semakin mematangkan keahlianya sebagai lembaga penyelenggara pemilu dengan perbaikan-perbaikan kesalahan di setiap pemilu-pemilu. Maka tidak heran dalam Pemilu 2009 kita yakin bahwa KPU sudah lebih berpengalaman karena setiap tahunnya mengorganisir minimal 60 pemilu pertahun disetiap daerah.

Lembaga survey kita juga dilatih menjadi peramal yang baik, sampai saat ini hitungan quick count selalau terbukti benar dengan hasil resmi dari KPU. Belum ada tebakan quick count yang melenceng. Partai dan politikus besar juga semakin mengesampingkan ego. Karena kerap kali calon dari partai kecil justru memenangkan pertarungan di pilkada.

Coba tengok betapa partai-partai besar seperti Golkar, PDIP tidak lagi egoistis dan tidak lagi memonopoli kemengan.

Partai-partai besar semakin rajin melakukan konsolidasi, belajar strategi dari kemenangan dan kekalahan di daerah, kalau tidak meraka akan ditinggalkan pemilihnya.

Kita juga melihat peran PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang menurut saya sebagi pendobrak status quo yang lahir dari proses reformasi tetapi kerap menjadi panutan yang bisa diandalkan dalam setiap tindak tanduknya. Dengan semboyan bersih dan berbasis eksklusif Islam PKS bisa dikatakan sebagai salah satu partai paling agresif tetapi santun dalam berdemokrasi yang ujung-ujungnya meraih simpati dari pemilih. Cara-cara PKS berpolitik menjadi tidak lajim bagai partai-partai besar yang cenderung terpusat, semua keputusan berada ditangan DPP, daerah harus mengikuti apa kemauan pusat.

PKS yang masih muda memaksa partai-partai besar untuk belajar berdemokrasi dengan caranya sendiri. Jadi tidak perlu saling menjegal, dengan proses demokrasi yang santun, ternyata masyarakat mau mengalihkan pilihannya kepada partai yang dianggapnya lebih baik.

Jadi bisa kita baca arah demokrasi kita akan semakin sehat kedepan. Kalau partai masih menerapkan sistem onemanshow bisa kita prediksi partai itu akan ditinggalkan oleh pemilihnya. Terutama seperti PKB dan PDIP yang masih berpusat pada satu orang atau figure individu. Maka mau tidak mau pemimpin partai mulai berpikir untuk melakukan regenerasi dan mulai menghilangkan egonya demi masa depan partai.

Partai-partai pun mulai belajar untuk membagi tugas dan kekuasan kalau tidak dia akan kalah dalam pertarungan dengan partai lain.

Kita melihat pendapat PDIP misalnya yang mulai mengusulkan akan menduetkan Megawati dengan kalangan Muda, dan tantangan Megawati yang menyebut pemuda harus berani turut serta bertarung dalam Pilpres 2009 mendatang. Demikian Juga Golkar mulai mewacanakan pemimpin Muda.

Tanpa pilkada pendapat seperti ini mungkin hanya lahir dari para pengamat dan LSM, tetapi dengan pemilu-pemilu daerah, semua berubah. Ketua partai yang semula sangat berkuasa mulai berpikir membagi peran dan tugas dengan daerah, karena apa yang ditentukan oleh ketua partai dalam kenyataan di lapangan bisa kalah. Partai-partai mengubah strategi sedikit lebih berorientasi apa yang disukai masyarakat. Masyarakat benar-benar menjadi penguasa saat ini, suaranya semakin hari semakin penting.

Dan kalau keadaan yang sekarang dipelihara dengan baik, disertai dengan lahirnya partai yang komit pada perubahan seperti apa diperankan oleh PKS bisa kita ramalkan Demokrasi kita akan menjadi Demokrasi paling sehat di muka bumi ini.

Rabu, 16 April 2008

PKS SEMAKIN PERKASA - SYAMSUL ARIFIN/PUDJO MENANGKAN PILGUB SUMUT

Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) Syaiful Mujani mengatakan bahwa hasil perhitungan cepat (Quick Count) akhirnya memenangkan pasangan H. Syamsul Arifin, SE/Gatot Pudjo Nugroho yang diusung oleh koalisi partai PPP, PKS, PBB, Partai Patriot Pancasila, PKPB, PKPI, PSI, PNI Marhaenisme, PDK, PPDI dan PNUI berhasil memenangkan pemilihan Gubernur di Sumatara Utara dengan perolehan suara 29,16% disusul pasangan Tri Tamtomo – Benny Pasaribu dengan perolehan 21,12%. Ini sekaligus menepis kekuatiran akan terjadinya 2 putaran pemilihan umum di Sumatara Utara karena tidak ada pasangan yang memperoleh suara di atas 25%. Kemenangan ini juga menjadi kemenangan kedua bagi PKS setelah pemilihan umum di Jawa Barat juga dimenangkan oleh calon dari PKS.

Dengan menggunakan sampel 350 TPS , pasangan Syamsul Arifin/Gatot Pudjo Nugroho disingkat dengan Sampurno ini akan memimpin Sumatera Utara periode 2008 - 2013.

Berikut ini adalah daftar calon yang ikut berlaga di pemilihan Gubernur Sumatera Utara periode 2008-2013 dengan partai pendukung masing-masing calon, antara lain: HM Ali Umri/H. Maratua Simanjuntak (Golkar - Perolehan Suara 18%), RE Siahaan/Suherdi (PDS,PKB,PIB, PBSD, PPD, PNBK, Partai Pelopor dan PNI Marheinisme - Perolehan Suara 15%), H.Syamsul Arifin, SE/Gatot Pudjo Nugroho (PPP, PKS, PBB, Partai Partior Pancasila, PKPB, PKPI, PSI, PNI Marhaenisme, PDK, PPDI dan PNUI - Perolehan Suara 29%), H.Abdul Wahab Dalimunthe/H. Raden Muhammad Syafi'i (Partai Demokrat, PAN dan PBR - Perolehan Suara 17%) dan pasangan Mayjen TNI (Purn) Tri Tamtomo/Benny Pasaribu (PDIP - Perolehan Suara 21%).

Dengan kemenangan Sampurno ini, Sumut akan dipimpin oleh koalisi partai terbesar sekitar 28% suara di DPRD SUMUT, ini diharapkan akan menjadi pasangan idealis dimana pendukung pemerintah daerah di DPRD cukup kuat untuk menggolkan setiap kebijakan Gubernur.

Sebagaimana saya ramalkan sebelumnya, yang mengunggulkan pasangan Triben dari PDIP, hanya mampu menempati urutan kedua, ini juga berarti bahwa pemilih Batak Kristen terpecah suaranya kepada pasangan RE Siahaan/Suherdi yang meperoleh suara sekitar 15%. Seandainya suara dari RE Siahaan/Suherdi masuk ke Triben bisa dipastikan bahwa kemenangan ada di tangan pasangan Triben yang diusung PDIP tersebut.

Pesta sudah usai dan harapan masyarakat Gubernur terpilih bisa merealisasikan janjinya waktu kampanye yang mengatakan tidak akan ada masyarakat yang lapar. Selamat buat Pasangan H. Syamsul Arifin/Gatot Pudjo Nugroho. Semoga Sumatera Utara semakin maju, dan listrik tidak sering mengalami pemadaman. Horass!!