Jumat, 23 November 2007

MEMBANDINGKAN BLOOMBERG DENGAN FAUZI BOWO

Lima tahun yang lalu, tepatnya 1 Januari 2002, Michael Rubens Bloomberg, dilantik menjadi walikota New York menggantikan sang fenomenal Rudolph W Guiliani yang kini menjadi kandidat Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik. Bloomberg mewarisi keadaan mencekam setelah New York diluluhlantakkan oleh aksi teroris dengan hancurnya menara kembar World Trade Center yang menjadi simbol Kapitalis dunia oleh sekompok orang anti Amerika yang diotaki oleh Osama Bin Laden.

Sekalipun keadaan New York segera pulih berkat kerja keras Rudolph W Guiliani yang luar biasa tetapi secara keuangan anggaran kota New York defisit untuk memulihkan keadaan yang sudah tercabik-cabik oleh ketakutan, kegeraman dan juga hilangnya kepercayaan masyarakat dan juga masalah klasik di New York, “Kemacetan Lalulintas” hampir setiap hari.

Bloomberg adalah milyuner, dia adalah pemilik Perusahaan swasta penyedia data finansial seketika (real-time) Bloomberg L.P yang memiliki sedikitnya 165.000 pelanggan di dunia. Dia mulai membangun Bloomberg L.P dari hasil penjualan saham Salomon Brothers di Wall Street senilai 10 juta dollar AS.

Setelah terpilih, ia menerapkan kebijakan yang menurut pandangan banyak pihak kebijakan bunuh diri. Seperti mengurangi pelayanan publik, meningkatkan pajak. Bloomberg lalu mengambil keputusan yang tak pernah berani diambil wali kota-wali kota New York sebelum dia, menaikkan pajak properti hingga 18 persen. Dia juga mengurangi banyak pengeluaran, termasuk menutup beberapa kantor pemadam kebakaran.

Ia juga mengambil alih sekolah-sekolah bermasalah dan memberlakukan larangan merokok di restoran dan bar. Selama ini New York dikenal sebagai kota yang "sulit diatur". Selain itu, kriminalitas, kepadatan penduduk, dan kemacetan hanya sebagian dari persoalan New York. Untuk menekan tingkat kriminalitas, Bloomberg dengan tegas mengendalikan peredaran senjata api. Ia bahkan pernah menuntut puluhan pedagang senjata api ke pengadilan.

Dukungan untuk Bloomberg pun melorot hingga tersisa 14 persen. Namun, dia tetap menuai hasil. Tingkat kejahatan menurun hingga 30 persen, kelulusan dan jumlah perolehan nilai di sekolah meningkat, tingkat pengangguran menurun, proyek konstruksi meningkat, dan yang terpenting simpanan uang kota surplus. Sejak dua tahun terakhir dukungan untuk Bloomberg mencapai 70 persen. "Dia lebih mengutamakan menyelesaikan masalah, tidak mencari popularitas," sebut editorial harian The New York Times.

Sikap dan pandangan Bloomberg dianggap berbeda. Majalah Newsweek edisi 12 November 2007 bahkan menyebutnya tokoh revolusioner. Sikap dan pandangan dia dianggap berbeda, di antaranya karena mendukung pernikahan sesama jenis dan memilih pro-choice dalam menyikapi aborsi. Dia juga peduli terhadap isu kesehatan dan perubahan iklim. Karena itu, ia menandatangani hukum yang melarang penggunaan lemak di restoran cepat saji.

Khusus isu pemanasan global, majalah Time edisi 14 Juni 2007 memaparkan program PlaNYC Bloomberg yang bertujuan mengurangi 30 persen emisi gas rumah kaca pada 2030. Jalur sepeda akan diperbanyak dan semua taksi diganti dengan mobil hibrida. Untuk mengurangi polusi udara, suara, dan kemacetan, dia juga memberlakukan biaya kemacetan sebesar 8 dollar AS bagi setiap pengguna kendaraan pribadi yang melaju di Manhattan pada hari kerja.

Banyak yang pesimistis dan marah dengan aturan ini. Tetapi, lama-kelamaan orang "terpaksa" meninggalkan kendaraan pribadi dan memanfaatkan transportasi umum. Biaya kemacetan itu lalu digunakan untuk menyubsidi perbaikan transportasi umum.

Lalu bagaimana dengan Fauzi Bowo?. Jakarta dan New York dalam hal tertentu hampir mirip. Misalnya masalah macet yang saban hari terjadi di kedua kota dengan benua yang berbeda itu. Tingkat kejahatan juga sama-sama rawan. Kalau New York dihuni multi bangsa di Jakarta dihuni oleh multi suku.

Sejak Fauzi Bowo dilantik Oktober silam menggantikan mentornya Letjen (Purn) Sutiyoso, hampir tidak ada kebijakan berarti yang diambil. Yang ada justru ia pada sebuah kesempatan mengatakan, “sulit mengatasi banjir di Jakarta”, dan masalah jalur busway yang didemo oleh warga sampai-sampai presiden dan menteri turun tangan. Dalam rapat itu presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan agar sang Gubernur mengambil terobosan untuk mengatasi kemacetan kota Jakarta. Jadi iklan kampanye “Serahkan pada Ahlinya” benar-benar hanya iklan. Proyek Kanal Timur diambil alih pemerintah pusat, ini berarti sebuah pertanda bahwa wibawa sang gubernur kalah dengan penduhulunya Sutiyoso. Nyaris apa yang dijalankan setelah memerintah kurang lebih 2 bulan hanya meneruskan program Sutiyoso saja.

MASALAH BUSWAY

Banyak warga yang menolak kebijakan busway terutama yang melalui jalur Pondok Indah dan Pluit – bahkan kantor Pengacara Juniver Girsang mengumpulkan warga lewat iklan di media yang isinya mengajak warga melakukan Class Action pada pemerintah DKI Jakarta mengenai kebijakan busway ini. Sebenarnya kalau sang Gubernur mampu betindak seperti Bloomberg kejadian ini tidak akan terjadi. Pemimpin kalau tidak tegas dia akan ‘disikat’ warganya.

Bagi kebanyakan masyarakat New York, kebijakan Bloomberg yang menerapkan tariff US$ 8 dolar bagi setiap kenderaan pribadi yang lewat di Manhattan pada jam kerja adalah keputusan bunuh diri, tetapi karena dia konsisten lama-lama masyarakat menerima keputusan itu. Dan dana itu digunakan untuk memperbaiki sekolah, sarana umum dana mengembalikan kas kota yang deficit.

Kalau Fauzi konsisten dengan kebijakan Busway dia harus mampu memberikan bukti ke masyarakat, bahwa tidak ada korupsi di busway, tidak ada penumpang yang terlantar, halte harus bersih dan ber AC, penjaga tidak sangar seperti freman, dan tidak menumpuk penumpang seperti dalam bus biasa. Bahkan tidak perlu pemerintah daerah mensubsidi busway karena itu tidak sehat.

Busway harus betul-betul profitable, sehinga pelayanan juga harus bermutu tinggi. Kalau mau subsidi lakukan skema tarif. Misalnya kelas I dengan ongkos 50% lebih tinggi dari tariff biasa tetapi tidak boleh ada penumpang yang berdiri, jadi penumpang hanya diisi sesuai dengan kapasitas. Kelas II boleh berdiri tetapi tidak lebih dari 60 orang setiap bus. Sehingga penumpang masih bisa nyaman berdiri tanpa senggol kanan kiri.

Tarif yang sekarang Rp 3.500,- per trip harus dinaikkan menjadi sekitar Rp 5.000/penumpang, pokoknya seminim mungkin harus dihindari yang namanya subsidi. Karena itu tidak sehat. Karena pada akhirnya akan mengurangi kualitas pelayanan.

Saya salah satu yang mendukung kebijakan busway ini, bila perlu para pemilik mobil pribadi yang melintasi jalan-jalan sibuk pada jam sibuk harus dibebani dengan tarif Rp 80.000/per mobi padajam sibuk agar masyarakat tidak gemar menggunakan mobil priabadi. Tetapi sekali lagi harus ada kenderaan yang nyaman tetapi juga tidak mahal. Misalany busway ini.

MARI KITA DUKUNG KEBIJAKAN BUSWAY. Mari kita dukung gerakan pemakaian Busway. Berikan komentar anda.

Tidak ada komentar: