Senin, 03 Desember 2007

MASA DEPAN VENEZUELA PASCA REFERENDUM

Kekalahan tragis dialami oleh Hugo Chavez. referendum yang diadakan dua hari yang lalu ditolak oleh 51% penduduk Venezuela atas usulan perubahan dari sistem demokrasi menjadi sistem sosialis. Kelak bila usulan Hugo Chavez diterima maka Chavez akan bisa melenggang menjadi Presiden seumur hidup.

Jumlah pemilih yang berpartisipasi dalam referendum itu berkisar 16 juta pemilih dari total penduduk Venezuela 26 juta pada tahun 2006. Venezuela adalah pecahan dari "Grand Colambia" yang colaps pada tahun 1830 dan terpecah menjadi tiga negara, Colombia, Ecuador dan Venezuela sendiri. Dan sejak tahun 1959 Venezuela menganut sistem Demokrasi dengan mengadakan pemilihan umum pertama.

Hugo Chavez masuk ke istana Venezuela tahun 1999, dan memulai kontroversinya sebagai anti Amerika dan anti globalisasi. Bahkan Amerika Serikat dituding berusaha menggulingkannya pada tahun 2003 lewat unjuk rasa besar-besaran yang hampir berhasil menggulingkan Chavez. Ia berhasil mempertahankan tahtahnya, dan berusaha membangun aliansi dengan negara tetangganya, seperti Bolivia yang dipimpin oleh Evo Morales dan berhasil menasionalisasi perusahaan minyak negara itu.

Sikap anti Amerika Serikat yang diusung Chavez, juga berhasil menarik simpati dari Iran, bahkan pertemuan antara Chavez dan Ahmadinejad sudah berlangsung beberapa kali dan saling melakukan kunjungan balasan antar negara. Apalagi setelah PBB menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Iran, atas program nuklirnya. Salah satu yang bersuara lantang menentang kebijakan itu adalah Presiden Hugo Chavez. Bahkan dalam pidatonya di Sidang Umum PBB beberapa waktu yang lalu menyebut George W Bush sebagai "penjahat perang".

Ditengah kontroversi Chavez, secara perlahan-lahan dia berhasil menarik simpati publik Venezuela. Ini terbukti bahwa referendum yang diusulkannya disetujui oleh 49% penduduk yang menggunakan hak pilihnya. Sebuah kekalahan yang sangat tragis, dan mengubur cita-cita Chavez untuk menjadikan Venezuela sebagai negara sosialist.

Negara yang kaya minyak ini, sering mengancam akan menghentikan pasokan minyaknya ke Amerika Serikat, bila Chavez menganggap ada ancaman serius yang dialamatkan oleh Amerika Serikat kepadanya. Venezuela kaya dengan minyak, gas alam, biji besi, emas, bauksit, mineral lainnya, dan berlian. Negeri yang merdeka dari jajahan Spanyol pada 5 July 1811, memang mengalami kemandekan dalam sistem politik dan berujung pada kemandekan dalam ekonomi.

Dengan kekayaan alam yang melimpah seharusnya Venezuela akan menjadi salah satu kekuatan besar di kawasan Amerika Seletan, tetapi tradisi di Amerika Serikat yang sering terjadi kudeta, tidak demokratis dan cenderung korupsi. Chavez berusaha mengubah sistem Demokrasi menjadi Sosialist untuk melenggangkan jalannya menuju presiden seumur hidup.

GDP per capita Venezuela pada tahun 2006 mencapai US$ 7.200, dengan total GDP (purchasing power parity) US$ 186,3 miliar, dengan komposisi; industri 40,5%, Pertanian 3,7% dan sektor jasa 55,9%. Dengan hutang luar negeri 24,3% dari GDP, dan produksi minyak Venezuela 3,081 juta barel per hari, tidak menjadikan Venezuela menjadi negara yang makmur tetapi tetap berada dalam kunkungan elitisme, hanya sebagian kecil penduduk yang memperoleh mamfaat dari kekayaan alam tersebut.

Kegagalan Hugo Chavez mengubah sistem demokrasi, adalah masa depan cerah bagi Venezuela, dengan sumber alam yang melimpah, dan distribusi yang merata, Venezuela bisa menjadi negara yang makmur, daripada terus berperang opini dengan Amerika dan menggunakan minyak sebagai "senjata" menentang Amerika. Venezuela bisa menjadi negara yang besar dengan mengalokasikan "Bonanza" minyak untuk pendidikan, teknologi akan lebih efektif daripada berkontroversi ria ala Hugo Chavez.

Setidaknya kemenangan opisisi adalah harapan cerah bagi Penduduk Venezuela. Semoga Demokrasi dengan merit sistemnya mampu mengubah keadaan Venezuela menjadi lebih baik

Tidak ada komentar: