Jumat, 29 Februari 2008

RIBKA - II

Berlalu untuk pergi

Tidak kelam lagi

Tangis keringat berlalu

Lahirlah tunas dari tunggul lelah

Setiap hidup akan pergi demi kesempurnaan

Engkau sudah pergi, dari getir dan hitam pekaknya duniamu

Meninggalkan bekas tiada terlupa

Inilah sketsa hidupmu

Ada marah

Ada kesal

Ada sedih

Ada duka sabanhari singgah dan pergi

Dan kemudian dikesudahan akan lahir petuah yang mengajar dari bayang-bayang masa lalu

Bukan untuk mengingat kepahitan tapi untuk memahat masa depan yang kokoh bagi hidup

Mereka-mereka akan bertunas lagi

Berdiri dan tumbuh dalam sempurna hidup

Sekalipun kau pergi dengan luka dan getir pahit terpatri sempurna

Tapi tunas masa lalu itu akan hilang seiring waktu

Kenang – kenangan yang kau tinggalkan adalah guru bagi hidup

Agar kesempurnaan tidak menjadi batas dan kekurangan tidak menjadi tembok bagi kehidupan

Kesempurnaan tubuhmu tidak menjadi tembok bagi mereka-mereka

Mereka – mereka tetap setia dalam kurun waktu yang begitu menyita masa

Dan hidup ini menjadi sempurna sekalipun tubuhmu tidak sempurna

Di bumi ini, ada cacat demi kesempurnaan orang lain

Dan ada sempurna demi cacat orang lain

Ada tangis demi tawa orang lain

Ada lega demi kesusahan orang lain – semua terbagi dengan adil

Kini bukan bumi lagi tempatmu

Mungkin kau sudah terbang di angakasa sana

Mungkin juga kau sudah berria-ria di khayangan

Menari karena cacatmu di bumi adalah sempurna di surga

Kelelahanmu sudah berakhir dan mulailah berria

Bersorak bebas, teguh semangat dan suaramu tidak lagi hanya sengau

Tapi sempurna seperti malaikat bernyanyi

Selamat jalan ditempat sempurna, selamat tinggal cacat

Senin, 18 Februari 2008

RIBKA*

Menjulurkan lidahmu, mata membelalak, air liurmu berserak

Berteriak, kaku, tidak berjiwa, tanpa rasa, tertawa, menangis, dan merangkak

Kakimu tidak kokoh menopang tubuhmu, dan pikirmu terbang seperti angin


Aku tak akan menangis apalagi harus meratap kepergianmu

Tidak ada yang bisa kukeluhkan kepada Tuhan

Engkau lahir juga karena kehendakNya, dan pergi juga atas restuNya

Aku hanya menyaksikan hari-harimu 2 atau 3 kali dalam rentang 20 tahun masamu

Perih, penuh tanda tanya, bermenung, sampai kemudian lupa


Hari ini kau pergi juga karena ada masa lalu

Dan masa lalu itu memberiku kabar ini

Bahwa kau telah pergi untuk selama-lamanya


Mungkin ada yang tertawa, ada yang bebannya terlepas

Ada yang bersyukur, juga mungkin ada yang menangisimu

Dan ada yang bertanya, mengapa kau hadir? Hidup berpuluh tahun dan kemudian pergi dalam susah perih dan payah terpahat getir diingatan mereka

Sedangkan aku, aku hanya merenung, tak ada keluh, dan pasrahku sampai disini saja


Seolah-olah ayahmu pergi karenamu

Seolah-olah ibumu mendahuluimu demi sebuah rumah bagimu

Apakah kau harus dipapah kelak di surga?


Kepergianmu bagiku adalah misteri

Tidak untuk diperdebatkan, meski kadang penuh tanya

Mengapa kau lahir hanya untuk pergi saja,

Menoreh luka, menancapkan jejaring kenangan pahit

Masa-masa penuh dengan aroma kepedihan bukan sehari, berpuluh tahun

Sungguh bukan masa yang melelahkan dan getir

Menenun kenangan demi kenangan bagi orang-orang yang kebetulan sedarah denganmu

Sedangkan bagiku yang jauh, dan hanya diikat oleh masa lalu saja, aku tak habis pikir, betapa setia orang-orang itu


Apakah mereka senang, benci, kesal, mungkin menikmati?

Pasrah atau sudah kutuk yang tak terelakkan?

Tidak hanya air mata, keteguhan hati mengeras karang


Sungguh aku ingin menangis, dalam setia dan teguh kukuhnya hati mereka

Akarmu tercerabut, hingga kau pergi adalah kebebasan

Kebebasan yang memilukan, tak tertangisi


Temuilah mereka, yeng membuatmu lahir

Sudah lebih dahulu membangun rumah untukmu

Entah ia tidak tahan, lalu turun tangan mencerabut nafasmu

Sehingga tubuh kakumu tidak lagi untuk beban

Bebas terbang diangkasa dan surgamu

* Lahir cacat, setahun lalu ibunya meninggal, umurnya sekitar 22 tahun

Rabu, 13 Februari 2008

RICORDATI DI ME DAN POLITIK MENJELANG PILPRES

Ada fenomena menarik satu tahun menjelang pemilu 2009. Kondisi mulai memanas, tokoh-tokoh politik bermanuver, ada saling lempar kritik, ada iklan-iklan yang berujung pada kampanye. Indonesia bisa diibaratkan seperti kisah yang digambarkan film produksi tahun 2003 yang berjudul Ricordati Di Me (Remember Me), film ini dibintangi oleh Monica Bellucci, Fabrizio Bentivoglio dan Laura Morante. Film yang sarat dengan pesan yang pas dengan kondisi Indonesia saat ini.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kita anggap saja sebagai Fabrizio Bentivoglio dan istrinya Jusuf Kalla diperankan oleh Laura Morante, ada orang ketiga yakni Monica Bellucci yang adalah kekasih lama Fabrizio atau kita andaikan saja sebagai “selingkuhan politik”, dan anak-anaknya adalah menteri-menteri yang bermanufer, unjuk gigi, tebar pesona agar bisa naik jabatan, minimal tetap jadi menteri atau malah naik jadi wakil presiden.


Dalam film ini digambarkan seorang SBY, seperti tidak dihargai keberadaanya walau sudah bekerja keras (bahkan pernah ada statement, bekerja siang malam – memeras keringat) tetapi “dibentak-bentak” oleh pengamat, rival politik, tokoh partai, pers dan bahkan sang istri (Jusuf Kalla) “kurang setia” alias berperilaku selingkuh dengan tokoh lain, yang membuat SBY merasa muak dan ingin bercerai.


Suatu ketika SBY bertemu dengan kekasih lamanya Monica Bellucci, kita andaikan saja tokoh ini belum kelihatan sampai saat ini, (namanya juga “selingkuhan politik”) mungkin tokoh ini akan muncul dimuka publik 3 bulan menjelang pilpres, tetapi karena muak dengan pemerintahanya, ia pergi menjalin hubungan intensif dengan “selingkuhan” tadi yang sangat menghargai jasanya, usahanya, dan terutama bakat menulisnya yang hebat.


Sementara sang istri (Jusuf Kalla – Laura Morante), rajin mengasah bakatnya bermain teater politik, sampai lupa mengurus menteri-menteri (anak-anak Fabrio & Laura) dan lebih dekat dengan sutradara yang melatihnya, akibat kedekatan yang intens, seperti biasa, niat selingkuhpun tumbuh. Tapi sungguh malang menjelang pilpres yang semakin mendekat ternyata “sutradara politik itu” adalah gay.


Apa boleh buat usaha yang dikeluarkan bertahun-tahun bermain bersama dengan sutradara politik, ternyata hanya merusak keluarga yang sudah terbangun baik, pertumbuhan ekonomi sudah bagus, stabilitas keamanan sudah bagus, hanya kesejahteraan keluarga belum bertambah alias masih jalan ditempat (menari poco-poco, kata salah satu sutradara politik!!), ambruk karena manufer suami – istri. Akibatnya masing-masing menteri berinprovisasi sendiri, ada yang selingkuh, ada yang belajar membangun rasa percaya diri, rakyatpun tak terurus semua ingin berlomba.


Tetapi Kisah Ricordati Di Me berakhir dengan happy ending, terutama karena kekuatan hati Laura Morante yang kecewa dengan cara hidupnya dan ingin bertobat sebelum terlambat, ia berusaha mencintai suaminya (Fabrizio Bentivoglio) yang sudah pindah kelain hati. Segala upaya dilakukan, terutama mengajak kedua anaknya agar keluarga yang sederhana itu bisa bertahan walaupun sudah sama-sama tahu kebobrokan masing-masing. Laura Morante mengajak suaminya untuk bertahan, yang diiringi dengan pertengkaran hebat dan berujung pada tabrakan hebat. Tabrakan ini pula yang menyadarkan mereka akan pentingya kebersamaan dan kekeluargaan. Diakhir cerita Fabrizio sukses sebagai penulis, Laura sukses sebagai pemain teater sedangkan putrinya sukses sebagai bintang televisi dan sang putra lelakinya sukses sebagai juara di tempat kuliahnya.


Rumah yang bahagia pada awalnya bisa berubah bila salah satu dari anggotanya kehilangan semangat memiliki, dan ruh memiliki ini akan hilang karena ada masalah, terutama karena tidak adanya penghargaan atas segala upaya dan kerja keras masing-masing anggota keluarga.


Bila dihubungkan dengan kondisi politik Indonesia menjelang Pilpres tahun 2009, cerita ini sangat cocok dengan setting Indonesia. Adanya pernyataan Muladi salah satu sesepuh Golkar bahwa Golkar akan tetap mencalonkan SBY – JK pada pilpres, jelas mengarah kepada SBY – JK yang selama ini dianggap tidak akur. Pembelaan Jusuf Kalla atas kritik Megawati bisa dianggap bahwa JK “ingin bertobat” dengan manuver politiknya dan bisa dibaca., pernyataan Muladi bisa menjadi kenyataan di pilpres 2009 nanti.

Akankah Pilpres 2009 akan berakhir seperti happy ending Ricordati Di Me atau scenario akan berubah, kita tunggu saja.

Jumat, 08 Februari 2008

KATANYA ADAM & HAWA ITU ORANG CHINA

Tanggal 7 Februari kemarin, aku mengirim sebuah pesan pendek berisi Gong Xi Fat Chai kepada rekan kerjaku, kepada 8 orang tepatnya. Salah satu reply yang aku terima berbunyi sebagai berikut: “If Adam & Eve were Chinese, we would all be still living in the garden of Eden. They would have eaten the snake and sold the apple!!! Gong Xi Fat Chai”. Aku ketawa, sekalipun artinya harus memutar otak berkali-kali. Kira-kira apa hubungannya dengan Hari Raya Imlek ya?. Lalu kubiarkan pikirannku melayang dan berpantasi. Kira-kira bagaiman seandainya Adam dan Hawa itu orang China?

Kalau Adam & Hawa orang China, tentunya pemeluk Kristen dan Islam akan berjiarah misalnya ke China bukan Jerusalem atau ke Mekkah, juga mungkin tidak ada perebutan tanah di Timur Tengah antara Israel dan Palestina. Itu hanya mungkin lo.. namanya juga angan-angan.

Suku, Agama, Ras adalah bibit paling potensial di abad ini untuk melahirkan pembunuhan-pembunuhan. Ras Jahudi merasa dirinya paling unggul, Hitler cemburu lalu ia menghabisi jutaan orang Jahudi, di Afrika antara suku Hutu dan Tutsi saling memenggal kepala hanya karena perbedaan suku. Antara Kristen dan Katolik di Irlandia saling membunuh hanya karena berbeda Agama. Jadi SMS temanku adalah gambaran bahwa harmoni bisa terjadi bila Ular kita makan dan Apple kita jual. Tidak perlu mencari siapa ular dan tidak perlu meributkan kenapa makan apple, taman Eden akan menjadi taman Eden, tidak ada ular yang menghasut dan bebas makan apple asal bayar!!!.

Perayaan Imlek 5 tahun terakhir sangat menggembirakan, baru tahu seperti apa Barongsai ala Indonesia, baru liat meriahnya warna-warni – pernak pernik China di gedung perkantoran dan mall-mall (kita tunggu tahun depan pernak-pernik bisa masuk kantor pemerintah!!!). Baru liat ada perade di jalan-jalan merayakan Imlek, indah, menawan dan juga menambah keriangan.

Inilah kalau taman Eden dimaknai sebagai Surga, ular dimakan dan apple dijual, tidak ada sensor, tidak ada hasutan, tidak ada ketakutan lagi merayakan Imlek, tidak ada lagi pelarangan pernak-pernik China, kursus mandarin bisa berdiri dimana-mana. Bahkan bisa kita saksikan televisi setiap hari menayangkan berita berbahasa Mandarin lewat Metro Xinwen.

Seandainya aku ketua panitia Nobel di Swedia aku akan menganugerahkan Nobel Perdamaian kepada Metro TV tahun 2008, atas acara-acaranya yang memelihara “bayi reformasi” Pluralisme hingga kita semua bisa menyaksikan acara-acara yang plural suku, agama dan ras setiap ada perayaan istimewa dari masing-masing kelompok.

Pluralisme ini akan dibunuh suatu saat oleh orang-orang yang egoismenya tinggi, tetapi dengan bantuan media, masyarakat akan bisa belajar makna dan keindahan yang tersirat dalam setiap pluralisme itu, sehingga terbiasa dengan keberagaman. Tentu bukan hanya metro yang layak mendapat pujian tetapi secara umum media cetak dan electronic patut dihargai atas jasa-jasanya untuk menyiarkan pentingnya pluralisme itu dijaga. Kita Makan Ularnya, kita jual Appelnya, Gong Xi Fat Chai.