Senin, 13 April 2009

SIAPA YANG BISA MENGALAHKAN SBY?

Peningkatan perolehan suara legislatif Partai Demokrat (PD) yang sangat luar biasa dengan kenaikan 300% sudah diprediksi sebelumnya, berbagai survei yang diadakan sebelum pemilu 9 April berlangsung, PD sudah menempati urutan teratas dalam berbagai survei nasional.

Bahkan keretakan SBY – JK berawal dari kutipan hasil survei yang dikemukakan Ahmad Mubarok dengan nada setengah bercanda dengan menyebut, “ bila suara Golkar di pemilu legislatif hanya 2,5%, PD akan meninggalkan partai Golkar”.

Dalam perhitungan cepat yang dilakukan pasca pemilu 9 April 2009 lalu 4 lembaga survei terkemuka menampatkan PD diurutan teratas. Dan dalam penghitungan di pusat tabulasi KPU PD juga berada diurutan teratas dengan perolehan suara DPR diatas 20%.

Kemenangan PD ini sekaligus merefleksikan bahwa sosok SBY merupakan faktor kunci pendongkrak perolehan suara PD tersebut, mengingat di PD sendiri masih terbatas tokoh-tokoh yang punya jam terbang tinggi dalam politik bila dibandingkan misalnya dengan Golkar, PDIP dan PPP.

Sekalipun pelaksanaan pemilu legislatif yang menurut sebagian orang sangat amburadul, tidak professional, bahkan ada dugaan kemsemrawutan ini sengaja dipelihara untuk memenangkan partai tertentu.

Terlepas dari dugaan-dugaan kecurangan pemilu, penjajakan antar partai intensif dilakukan sejak hasil Quick Count diumumkan media massa. Jelas terlihat partai-partai mana yang akan merapat ke PD dan partai-partai mana yang akan merapat ke PDIP. Maka dugaan berbagai kalangan jauh sebelum pemilu berlansung bahwa akan ada pertarungan babak kedua antara Megawati dan SBY makin mendekati kenyataan.

Hingga saat ini hampir pasti ada 2 blok yang sudah intensif melakukan penjajakan, blok pertama yaitu PD (20.34%) dengan delapan mitra koalisinya yakni: Golkar (14.85%) , PKS (7.82%), PAN (6.07%), PPP (5.29%), PKB (5.20%), PBB (1.65%), PKNU (1.37%), kecuali PKS yang menebar ancaman akan keluar dari koalisi bila SBY – JK dipasangkan kembali dalam Pilpres 2009 mendatang. Total gabungan suara kedelapan partai ini adalah sekitar 63% artinya hanya ada sisa 37% yang akan menjadi oposisi, kecuali PKS benar-benar keluar dari koalisi ini maka komposisi calon pemerintah dengan calon oposisi menjadi 55:45. Tetapi bila kedelapan partai ini sepakat membentuk koalisi bersama maka hampir dapat dipastikan hanya akan ada dua pasang dalam pilpres Juli mendatang.

Blok kedua adalah PDIP (14.07%) dengan dua mitra utamanya, Gerindra (4.20%) dan Hanura (3.49%) dengan total gabungan suara 21,76%. Pertarungan kedua blok ini sekaligus menutup peluang pasangan ketiga dan keempat dalam pilpres yang akan datang, bila benar-benar terwujud.

Dari blok pertama sudah pasti akan mencalonkan SBY – dan hampir pasti akan diduetkan kembali dengan JK. Sedangkan dari blok kedua ada ego besar dari leader oposisi yaitu PDIP. PDIP sudah pasti akan menawarkan posisi presiden, dan wakil presiden dari mitra koalisinya bisa saja Prabowo atau mungkin juga Wiranto. Bila skenario ini terjadi sekaligus juga menutup peluang Sultan Hamengkubuwono X menjadi cawapres dari Megawati, ini juga bila skenario ini benar-benar terwujud.

Tetapi koalisi 2 blok ini bisa saja tidak berjalan mulus, dan akan melahirkan minimal satu blok lagi atau maksimal 2 blok. Sebagaimana disebutkan di atas gabungan 2 blok besar diatas sudah mencapai 85% suara di DPR. Artinya masih ada 15% suara yang mengambang, tarik menarik antara kedua blok besar inilah yang nantinya bisa menghasilkan satu atau 2 blok baru.

Faktor pertama, PKS bisa keluar dari koalisi PD karena tidak puas dengan fortfolio 2 atau 3 menteri yang ditawarkan PD kepada PKS. Faktor kedua bisa saja grass root kedua partai Gerindra dan Hanura tidak menghendaki Prabowo dan Wiranto menjadi wakil presiden dari Megawati. Misalnya bila Prabowo bisa mempengaruhi Hanura dan menawarkan wakil presiden misalnya ke Tifatul Sembiring, atau kepada Rizal Ramli otomatis akan muncul satu blok baru lagi. Demikian halnya juga bila Golkar merasa bahwa berkoalisi dengan PD akan menyuramkan masa depan Partai Golkar di pemilu 2014, maka bisa saja akan muncul satu blok lagi. Maka suasana pilpres Juli mendatang akan semakin menarik karena akan ada 4 pasangan yang akan berlaga. Sekaligus membuka peluang Pilpres berlansung dalam dua putaran.

Tetapi dengan tingkat popularitas SBY saat ini yang menempati peringkat teratas, partai seperti Golkar, PAN, PKB, PPP, PKS, PBB, PKNU, akan lebih baik bergabung dengan rombongan calon pemerintah dibandingkan bergabung dengan calon oposisi yang hanya berada ditempat kedua. Karena oposisi sejati hanya mungkin disandang oleh PDIP.

Maka kemungkinan ter - akurat dari berbagai skenario di atas adalah pertarungan antara blok PDIP dan blok PD. Dan kalau pertarungan ini terjadi tanpa pasangan ketiga, dapat dipastikan pemenangnya adalah SBY, bila lawan tandingnya adalah pasangan Megawati – Prabowo, atau Megawati – Wiranto. Akan tetapi bila hal ini terjadi akan menghemat biaya pemilu, karena kemungkinan pemilu hanya satu putaran saja.

Untuk membendung kekuatan SBY ini maka harus ada minimal 3 pasangan capres/cawapres. PDIP harus menempatkan dua kadernya di dua pasangan yang berbeda sama seperti skenario Hamzah Haz – Agum Gumelar. Misalnya PDIP harus mampu menyakinkan partai diluar blok PD untuk sepakat mencalonkan 2 pasangan capres tetapi merupakan satu kesatuan. Kombinasi pertama adalah Megawati – Wiranto, atau Megawati – Sultan. Kombinasi kedua adalah Prabowo – Puan Maharani, atau Sultan – Puan Maharani. Tujuan skenario ini memecah suara sehingga ada kemungkinan pilpres berlangsung dalam dua putaran. Jadi siapapun yang lolos keputaran kedua otomatis akan mendapat dukungan dari yang kalah.

Skenario ketiga Megawati sama sekali tidak ikut dalam bursa pilpres 2009, tetapi menempatkan Puan Maharani sebagai wakil presiden dari calon presiden yang disepakati bersama dengan mitra koalisi apakah Prabowo atau Sultan. Skenario ini mempunyai nilai jual yang luar biasa dibandingkan dengan dua skenario di atas. Dan bila ini terjadi, pasangan ini akan mendapat iklan gratis dari media massa, dan berpotensi besar mengalahkan pasangan SBY.

Skenario ini sekaligus menyempurnakan strategi McCain – Sarah Palin yang sekarang sedang giat dibicarakan untuk menduetkan Megawati – Prabowo. Kalau pasangan Mega – Prabowo dipaksakan, maka nasib pasangan ini akan berakhir seperti MCcain – Sarah Palin.

Intinya bila ingin mengalahkan SBY, jangan menduelkan kembali Mega dengan SBY, harus ada calon alternatif yang bisa diblowup media massa secara massif. Maka bila skenario ini tidak tercapai lebih baik Prabowo membangun koalisi dengan PKS, dengan kombinasi pasangan Prabowo – Hidayat Nurwahid atau Prabowo – Tifatul Sembiring. Karena saat ini faktor Prabowo mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan calon-calon lain di luar SBY.

Catatan:

Perolehan suara partai di atas diambil dari hasil Quick Coun Lingkar Survei Nasional (LSI)

Tidak ada komentar: