Jumat, 08 Februari 2008

KATANYA ADAM & HAWA ITU ORANG CHINA

Tanggal 7 Februari kemarin, aku mengirim sebuah pesan pendek berisi Gong Xi Fat Chai kepada rekan kerjaku, kepada 8 orang tepatnya. Salah satu reply yang aku terima berbunyi sebagai berikut: “If Adam & Eve were Chinese, we would all be still living in the garden of Eden. They would have eaten the snake and sold the apple!!! Gong Xi Fat Chai”. Aku ketawa, sekalipun artinya harus memutar otak berkali-kali. Kira-kira apa hubungannya dengan Hari Raya Imlek ya?. Lalu kubiarkan pikirannku melayang dan berpantasi. Kira-kira bagaiman seandainya Adam dan Hawa itu orang China?

Kalau Adam & Hawa orang China, tentunya pemeluk Kristen dan Islam akan berjiarah misalnya ke China bukan Jerusalem atau ke Mekkah, juga mungkin tidak ada perebutan tanah di Timur Tengah antara Israel dan Palestina. Itu hanya mungkin lo.. namanya juga angan-angan.

Suku, Agama, Ras adalah bibit paling potensial di abad ini untuk melahirkan pembunuhan-pembunuhan. Ras Jahudi merasa dirinya paling unggul, Hitler cemburu lalu ia menghabisi jutaan orang Jahudi, di Afrika antara suku Hutu dan Tutsi saling memenggal kepala hanya karena perbedaan suku. Antara Kristen dan Katolik di Irlandia saling membunuh hanya karena berbeda Agama. Jadi SMS temanku adalah gambaran bahwa harmoni bisa terjadi bila Ular kita makan dan Apple kita jual. Tidak perlu mencari siapa ular dan tidak perlu meributkan kenapa makan apple, taman Eden akan menjadi taman Eden, tidak ada ular yang menghasut dan bebas makan apple asal bayar!!!.

Perayaan Imlek 5 tahun terakhir sangat menggembirakan, baru tahu seperti apa Barongsai ala Indonesia, baru liat meriahnya warna-warni – pernak pernik China di gedung perkantoran dan mall-mall (kita tunggu tahun depan pernak-pernik bisa masuk kantor pemerintah!!!). Baru liat ada perade di jalan-jalan merayakan Imlek, indah, menawan dan juga menambah keriangan.

Inilah kalau taman Eden dimaknai sebagai Surga, ular dimakan dan apple dijual, tidak ada sensor, tidak ada hasutan, tidak ada ketakutan lagi merayakan Imlek, tidak ada lagi pelarangan pernak-pernik China, kursus mandarin bisa berdiri dimana-mana. Bahkan bisa kita saksikan televisi setiap hari menayangkan berita berbahasa Mandarin lewat Metro Xinwen.

Seandainya aku ketua panitia Nobel di Swedia aku akan menganugerahkan Nobel Perdamaian kepada Metro TV tahun 2008, atas acara-acaranya yang memelihara “bayi reformasi” Pluralisme hingga kita semua bisa menyaksikan acara-acara yang plural suku, agama dan ras setiap ada perayaan istimewa dari masing-masing kelompok.

Pluralisme ini akan dibunuh suatu saat oleh orang-orang yang egoismenya tinggi, tetapi dengan bantuan media, masyarakat akan bisa belajar makna dan keindahan yang tersirat dalam setiap pluralisme itu, sehingga terbiasa dengan keberagaman. Tentu bukan hanya metro yang layak mendapat pujian tetapi secara umum media cetak dan electronic patut dihargai atas jasa-jasanya untuk menyiarkan pentingnya pluralisme itu dijaga. Kita Makan Ularnya, kita jual Appelnya, Gong Xi Fat Chai.

Tidak ada komentar: