Jumat, 14 Maret 2008

BERANI HIDUP – VIVERE

Tulisan ini kupersembahkan kepada seseorang yang divonis mengidap Kanker Paru Stadium Tinggi oleh dokter di Rumah Sakit Persahabatan seminggu yang lalu. Mungkin tulisan ini tidak akan beliau baca tetapi inilah ungkapan hatiku bagi seseorang yang aku anggap sebagai Tuhan yang nyata. Tulisan ini bukan sebagai Con Te Partiro atau Time To Say Goodbye tetapi lebih kepada Vivere atau berani hidup bagi siapapun yang sudah mendekati ajal.

Ketika aku pertama kali mendengar kabar getir itu sekitar jam 1.30 siang pada hari sabtu, aku kebingungan pikiranku trance, kosong dan tidak tahu melakukan apapun. Ingin menangis tapi terlalu ramai, dan kakiku membawaku ke halte busway Sudirman dan memulai perjalanan yang tidak tentu arah itu. Bagiku ia masih dekat, penuh dengan kontroversi di keluarganya, keberadaanya seperti angin yang kadang dirasakan dan kadang diabaikan. Tetapi ia tetap ada mengawal 5 orang anak-anaknya dan 1 seorang istri. Ia nyaris terkucil dari setiap perkumpulan keluarga dan lingkungan sosial. Ia tidak jahat, ia tidak mencuri, ia tidak menyusahkan orang lain kecuali keluarganya.

Ia perokok berat, seorang yang kuatir dengan kesehatan anak-anaknya, seorang yang tidak menoleransi kekotoran, ia menjadi pengawal yang baik bagi anak-anaknya sehingga anak-anaknya karena jaman modern telah membentuk mereka mengangap perlakuan itu sebagai terlalu kolot. Tetapi ia berani hidup dan tidak berhenti melalui hidup ini. Bagi siapapun yang dekat denganya ia adalah “keluhan” tetapi bagiku tidak. Ia tetap sebagai seorang yang saya anggap panutan hidup, melalui hidup dengan gayanya dan tidak berubah sampai penyakit biadab itu menggerogoti parunya.

Mungkin terlalu hebat bila kubandingkan dengan John Stephen Akhwari, seorang pelari dari Tanzania pada Olimpiade Meksiko 1968 mengikuti pertandingan Marhaton. Di awal pertandingan terjatuh dan terluka parah dibagian lututnya, tetapi ia berdiri dan terus berlari. Juara pertama, kedua dan ketiga sudah dikalungkan medali dari 74 yang ikut pertandingan dan hampir dua jam kemudian diiringi dengan mobil patroli dan desingan sirene, Akhwari akhirnya mencapai finish, penonton yang tersisa dan wartawan berdiri bertepuk tangan menyaksikan Akhwari mencapai garis finish. Dan ketika ditanya wartawan mengapa ia masih terus berlari padahal sudah terluka dan tidak mungkin lagi menjadi juara, Akhwari menjawaba, “My country did not send me to Mexico City to start the race. They sent me to finish." - Negaraku tidak mengirimku ke Meksiko City untuk memulai pertandingan. Tetapi mereka mengirimku untuk menyelesaikan pertandingan”. Dunia sudah melupakan siapa peraih medali emas di olimpiade itu tetapi John Stepen Akhwari terus dikenang oleh dunia dan menjadi mascot Olimpiade Bijing 2008.

Inilah pengharapanku kepada beliau, setidaknya beliau tidak berhenti berlari sampai ke garis finish sekalipun dengan vonis Kanker paru yang beliau idap bisa menjadi alasan untuk berhenti berlomba. Aku berharap beliau masih punya vivere – semangat untuk hidup sekalipun tidak dalam waktu yang lama. Dan mudah-mudahan dalam semangat itu ada kehidupan baru. Beliau yang kukenal adalah orang yang terus ingin mencapai finish melihat anak-anaknya bahagia dan menikah. Tentu aku berdoa supaya ia memperoleh umur yang panjang, tetapi kadang vonis dokter sering menjadi pembunuh yang paling efisien sekalipun masih ada peluang untuk hidup.

Luka tidak selamanya petaka tetapi luka bisa membangkitkan cinta dan semangat untuk hidup. Bagi beliau perlombaan hidup sudah dijalani, tanggungjawab juga sudah diberikan sekalalipun ada noda-noda dalam perlombaan itu. Ada perlakuan yang menyakitkan, ada kata-kata yang tidak membangun. Ada sikap yang meremehkan, ada sikap acuh tak acuh. Ada keangkuhan tetapi semua itu akan selalu ada dalam hidup ini.

Keluarganya berinisiatif untuk tidak memberitahu kondisi penyakitnya, sekalipun beliau sudah tahu mengidap kanker paru. Tapi stadium tingginya dikunci rapat-rapat agar semangat hidupnya tidak redup seketika dan mendahului waktu yang diperkirakan dokter.

Bagiku itu memang pilihan bijak, setidaknya ia akan menikmati sisa hidupnya dengan tidak risau. Badanya sudah kurus, dan dokter memperkirakan dalam waktu dekat selara makanya akan segera hilang dan daya tahan tubuhnya akan menurun drastis. Tetapi kalau beliau tahu, barangkali dalam kepasrahan dalam usia yang hampir 60 tahun itu masih ada harapan untuk mengubah diri. Bisa mendekatkan diri kepada pencipta, bisa merenung apa kesalahan lalu, juga bisa mendekatkan diri kepada istri dan anak-anak, bisa menangis atau tertawa bersama. Dunia ini bukanlah neraka yang tidak baik kadang ia memberikan keajaiban bagi setiap orang yang mengharapkannya dan menganggapnya ada.

Seperti kata seorang filsuf “ ketika cinta menghampirimu jangan membelokkannya, jangan pula mengendalikan cinta biarkanlah cinta itu apa adanya”. Kadangkala cinta tidak terlihat dengan kasat mata, ia ada dalam kekuatiran, kadang kala ia ada dalam pikiran tidak hanya semata berbentuk tindakan. Cinta kadang kala ada dalam bentuk amarah, ada juga dalam bentuk tamparan yang menyakitkan, cinta ada juga hanya doa belaka. Jadi ketika diurut-urut kesalahan-kesalahan yang beliau buat selama berkeluarga barangkali disana ada cinta yang kemudian dibelokkan karena ada amarah, terlalu kuatir, terlalu banyak menasehati, terlalu kejam, tidak menepati janji, cerewet dan masih banyak lagi yang terus membuat komunikasi dan hubungan retak dan cinta menjadi kabur.

Semoga keajaiban terjadi, sebab keajaiban bukanlah hal mustahil. Tetapi keajaiban hanya akan lahir dari hati yang menerima, setiap orang apa adanya, mencinta dan memberi tempat baginya untuk dipuji, dihargai dan dimengerti. Sebab dalam ketidaksempurnaanlah cinta itu sangat penting, dalam dunia sempurna barangkali cinta tidak perlu ada.

Kerisauanku bisa jadi karena cintaku kepada beliau, sekalipun tidak ada hal yang bisa secara nyata aku persembahkan untuk membuatnya tertawa atau bahagia sekalipun hanya semenit. Seperti yang sudah kukatakan cinta ada dalam berbagai bentuk, hanya bisa dilihat lewat hati yang bisa menerima.

Tidak ada komentar: