18 Desember 2006 Perpindahan, kerap kali membawa banyak makna bahkan juga melimpah makna Di tengah-tengah keterasingan pada diri sendiri dan semangat yang pudar Hidup seperti sebuah gambar di tangan juru lukis, bila tidak puas kanvas disobek-sobek Diganti dengan kanvas baru Bila puas maka kanvas akan diwartakan dan bila beruntung ia akan menjadi karya maha besar seperti Monalisanya Leonardo Davinci. Disini aku berteriakpun tak akan ada yang bisa mendengar Sekalipun menangis hanya dingding kaca dengan lanskap kota Jakarta yang jomplang diantara gedung-gedung tinggi dan rendah yang bisa dengar Sekalipun diantaraku banyak orang – hilir mudik menunggu lift terangkut ke tujuan Di pagi hari, di siang hari, dan di sore hari untuk kemudian akan menjadi gedung gagah megah yang sunyi dan mungkin hanya setan yang berpesta menjalang esoknya kembali riuh lagi Kini aku ada di lantai 32 gedung mentereng di distrik mentereng, diidamkan setiap orang Tetapi semua ini hanya menambah sepi saja, tak ada hari tanpa berjalan cepat dan melawan takdir waktu yang terus berputar Hanya ada kaki-kaki super mulus dan kenderaaan super mewah serta wajah ganteng yang lewat dan pergi tiada hari, tiada berbeda Mungkin mereka yang melihatku, akan mengguman dalam hati, “seandainya aku bisa bekerja di gedung itu”. Sama ketika aku pergi dari tempat kelahiranku, menjajal nasib dan berharap bisa bekerja di gedung ini dan distrik bisnis ini, katanya inilah pusat bisnis kota Jakarta Kota yang relatif sempit tetapi ditumpangi lebih 10 juta orang, ibukota negara terkorup didunia, Indonesia Perpindahan hari ini dari Jayakarta, kota tertua di Jakarta seperti sebuah masa pancaroba bagi anak-anak muda yang doyan membrontak demi sebuah premis “kebebesan” Tapi aku berbeda, justru perpindahan ini adalah prustrasi yang menumpuk menggunung kemudian meledak. Mereka-mereka yang mempekerjakanku, muak dan suntuk melihat mesin yang mereka rancang dan bangun tidak bergerak maju, hidup “sich”! tetapi tidak seperti mesin normal lainya yang siap menggilas jalan-jalanya dan menumpuk hasil dibelakangya Kantong mereka lazimnya menumpuk tapi kali ini dari mesin ini hanya ada pendarahan yang menguras isi kantong-kantong mereka yang diperoleh dari mesin-mesin lain milik mereka Inilah riwayat perpindahanku “gagaal” dan agar tidak gagal lagi meski dipelototi saban detik-menit-jam dimana bagian mesin yang tidak berfungsi dengan baik – kelak pendarahan dapat dihentikan dan hoki-hoki berdatangan sehingga mesin yang peot ini bisa berjalan lagi. Doa mereka juga doaku. Dilantai 32 ini semua hati berbaur antara takut, geram, bangga, juga harap-harap mesin ini segara sembuh dari penyakitnya, atau mungkin bukan mesin yang rusak, tetapi suku cadangnya atau juga operator mesinnya yang tak bisa menghidupkan mesin dan mengoperasikanya. Dilantai 32 ini dengan lanskap Jakarta yang megah gedung-gedungnya tetapi melarat dipinggir-pinggirnya, harapan kubangun lagi Kelak dari lantai ini dengan kemegahanya datang pula kemegahan kepada setiap orang yang menghuninya Kelak mesin ini berjalan dengan super power dengan hasil menumpuk menggunung, sehingga mereka yang merogoh kantong akan menumpuk kantongnya dari mesin ini dan suku cadangnya dan operatornya sejahtera menjelang mati. 16.12 Wib |
Kamis, 05 Juli 2007
Di Jantung Kota Jakarta Lantai 32
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar